Monday 30 June 2008

METODE CEPAT ANALISIS LEMAK BABI

Metode dengan Fourier Transform Infra-red (FTIR) ini sangat menguntungkan, karena hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit per sampel, sehingga analisis ratusan sampel bisa dilakukan dalam satu hari.

Bagi umat Islam, isu makanan halal merupakan sesuatu yang seringkali berulang. Penanganan isu ini lebih banyak bersifat sesaat atau hanya untuk meredam situasi seketika. Padahal, dengan pola konsumsi pangan modern yang semakin kompleks dan bervariasi, penyelesaian secara tuntas menjadi amat penting. Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam menangani isu makanan halal adalah ketiadaan metode yang benar-benar ampuh untuk menganalisis substansi tidak halal dalam bahan pangan.
Salah satu konsep halal dalam Islam adalah makanan haruslah tidak mengandung sedikitpun lard atau lemak pangan yang diturunkan dari binatang babi. Kehadiran komponen lemak babi ini, serendah berapapun kandungannya dalam bahan pangan, akan membawa makanan tersebut menjadi haram untuk dikonsumsi. Sebenarnya beberapa metode analisis kimia untuk mendeteksi kewujudan lemak binatang dalam makanan cukup tersedia, meskipun dengan tingkat akurasi dan sensitifitas yang berbeda-beda. Namun, kebanyakan sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang banyak.
Sebagai alternatifnya, grup peneliti dari Department of Biotechnology, International Islamic University Malaysia (IIUM), telah melakukan serangkaian penelitian panjang untuk mencoba melihat kemungkinan analisa lemak babi dengan menggunakan Fourier Transform Infra-red (FTIR) Spectroscopy. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mesin FTIR sangat berpotensi untuk digunakan sebagai alat untuk mendeteksi lemak babi secara cepat dan hasil yang konsisten. Metode FTIR dapat memberikan hasil analisis asam lemak dari babi yang bercampur dengan lemak-lemak binatang lain secara konsisten, bahkan dengan kandungan yang sangat rendah.
Selain untuk membantu konsumen Muslim, hasil penelitian ini juga mencatat sebuah langkah signifikan untuk semua kalangan yang berkecimpung dalam bisnis makanan halal, mengingat pasaran makanan halal dunia yang mencapai 150 triliun dolar Amerika.

Analisa instrumental lemak hewani
Rekomendasi Codex Alimentarius (1993) menyebutkan bahwa lemak hewani yang dapat dimakan (edible animal fats) merupakan lemak yang diturunkan dari hewan yang sesuai (fit) untuk konsumsi manusia. Dalam rekomendasi ini, Codex juga menyatakan beberapa standar identitas analisis untuk beberapa produk yang berasal dari lemak hewani tersebut. Dalam industri pangan, lemak babi biasanya dicampur dengan lemak hewani lainnya, misalnya dalam beberapa produksi mentega dan shorthening.
Beberapa penelitian secara instrumental sebelumnya telah dilakukan untuk mendeteksi kehadiran lemak hewani dalam bahan makanan. De Man (1999) misalnya, melaporkan bahwa komposisi asam lemak dari lemak babi berbeda dengan lemak sapi (cow body fat) dalam struktur C16:1, C18:3, C20:0 dan C20:1, dan dengan lemak kambing (lamb body fat) pada komposisi C14:0, C16:1, C18:2 dan C18:1t. Meskipun demikian, perbedaan dalam komposisi asam lemak ini sedemikian kecil untuk menjadikannya sebagai sebuah indikator. Dalam beberapa kasus lain, analisis methyl esters dengan menggunakan Gas Liquid Chromatography (GLC) memberikan data identifikasi bercampurnya minyak nabati (vegetable oil) dengan lemak hewani berdasarkan pengukuran asam lemak C17:0 dan C17:1. Namun begitu, data tersebut haruslah diinterpretasikan dengan sangat hati-hati karena beberapa minyak nabati seperti minyak sesame India (Indian sesame oil, minyak wijen) mungkin mengandung C17:0 dan atau C17:1.
Differential Scanning Calorimetry (DSC) juga dilaporkan pernah digunakan untuk mendeteksi lemak hewani di dalam produk ghee dan mentega. Hal ini dimungkinkan lantaran lemak babi mengandung asam lemak jenuh ganda pada posisi-2 triacylglycerols (TAGs), sehingga kehadiran komponen lemak tersebut bisa dideteksi lewat analisa posisi-2 TAGs.

Metode FTIR
Rangkaian kajian yang kami lakukan bertujuan untuk mengembangkan sebuah metode untuk mendeteksi kehadiran lemak babi dalam bahan pangan secara cepat, konsisten, dan dengan tingkat akurasi yang bisa diandalkan. Latar belakang penggunaan mesin FTIR untuk tujuan ini adalah karena grup kami sebelumnya telah berhasil mengembangkan berbagai metode cepat untuk analisis kualitas minyak dan lemak dengan FTIR sebagai alternatif untuk metode kimia (wet chemical analysis) di laboratorium yang terkadang rumit, memakan waktu dan biaya (bahan kimia). Analisis-analisis 'wajib' untuk parameter kualitas minyak seperti iodine value, anisidine value, peroxide value, thiobarbituric acid (TBA), acid value, dan sebagainya sudah berhasil kami kembangkan dengan mendapat pengakuan dalam berbagai bentuk dan penghargaan dari American Oil Chemist's Society (AOCS) sebagai metode yang ampuh yang cepat dan sangat bisa diandalkan.
Pemilihan analisis lemak babi dengan menggunakan FTIR juga tak terlepas dari 'kesederhanaan' proses yang perlu dilakukan seorang analis. Alat ini tidak memerlukan persiapan sampel yang rumit, karena baik sampel padat maupun cair bisa langsung di-scan untuk mendapatkan spectrum. Dengan demikian, dari segi biaya, akan sangat menguntungkan, lantaran tidak ada pelarut atau bahan kimia lainnya yang diperlukan. Sampel padat cukup diblender, sedangkan sampel cair hanya perlu dibuat homogen. Karena tidak memerlukan bahan kimia apapun, analisis dengan menggunakan FTIR juga dapat dianggap ramah lingkungan.
Cara kerja FTIR secara umum yakni: sampel di-scan, yang berarti sinar infra-merah akan dilalukan ke sampel. Gelombang yang diteruskan oleh sampel akan ditangkap oleh detektor yang terhubung ke komputer, yang akan memberikan gambaran spectrum sampel yang diuji. Struktur kimia dan bentuk ikatan molekul serta gugus fungsional tertentu sampel yang diuji menjadi dasar bentuk spectrum yang akan diperoleh dari hasil analisis. Dengan demikian alat ini dapat digunakan untuk pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Sebagai contoh, hasil analisis yang kami lakukan terhadap lemak babi yang dicampurkan di dalam mutton body fat (MBF) menunjukkan spektrum yang berbeda secara signifikan pada berbagai rentang frekuensi penyerapan C-H stretching (CH stretching absorption), seperti pada 3010-3000, 1120-1095, dan 968-966 cm-1. Spectral bands akan dicatat (recorded), diinterpretasikan serta diidentifikasi. Setiap frekuensi dan region, misalnya, akan memberikan interpretasi yang berbeda-beda. Perbedaan konsentrasi lemak babi yang terdapat dalam makanan juga dengan nyata terlihat dalam perbedaan spectral bands yang diperoleh. Berbagai perbedaan lain dari analisa bentuk spectrum juga ditemukan, yang kemudian, setelah dilakukan berulang-ulang dan dianalisis secara mendalam dengan software tertentu yang sudah dikembangkan, akan memberikan gambaran yang lebih detail tentang karakter lemak babi, serta lemak-lemak hewani lainnya.
Dalam penelitian kami, hampir semua jenis lemak hewani baik individu maupun dalam keadaan bercampur sudah dilakukan dengan hasilnya dikumpulkan dalam sebuah pangkalan data (database) sebagai bahan rujukan. Sedangkan untuk bahan pangan lain, kami sudah melakukannya terhadap produk coklat dan es krim. Namun demikian, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, pendeteksian lemak babi untuk segala jenis bahan pangan adalah sangat mungkin, bahkan ia juga dapat digunakan untuk produk non-pangan, seperti kosmetik.
Saat ini, grup kami masih terus menganalisis berbagai produk yang ada di pasaran. Dengan bantuan teknologi informasi dan komputer, sebuah pangakalan data yang lengkap diharapkan bisa dijadikan sebagai pusat rujukan untuk semua bahan pangan. Irwandi Jaswir, PhD, associate professor pada Jurusan Bioteknologi, International Islamic University Malaysia dan kinimenjadi peneliti tamu di National Food Research Institute (NFRI), Tsukuba, Jepang

ISTIRAHAT DAN TIDUR

Pangan dan Tidur Pulas
Tidur yang lelap penting bagi kesehatan dan kebugaran tubuh. Tubuh manusia perlu secara rutin dan rithme yang teratur beristirahat dan tidur.
Apa yang menyebabkan manusia tidur? Melatonin merupakan hormon tidur yang terdapat dalam tubuh manusia, yang diproduksi oleh kelenjar pineal dalam otak, dan dari tempat itu disuplai keseluruh sel tubuh, yang membawa informasi mengenai waktu (siang, malam, pagi), serta musim apa yang saat ini sedang berlangsung.

Faktor yang dapat kita amati sehari-hari adalah seorang bayi yang baru lahir belum memiliki rithme (malam hari) secara alami, hal itu disebabkan karena produksi melatonin belum secara lengkap berkembang, sampai bayi tersebut mencapai umur 3 bulan.
Pada usia 40 tahun produksi melatonin dalam tubuh mulai mengalami proses melambat. Hal itu dapat berakibat mulai terjadinya kesulitan tidur. Ditambah dengan timbulnya stress, semakin menekan produksi melatonin yang berakibat berkurangnya atau habisnya melatonin dalam tubuh.
Hasil penelitian mutakhir menyatakan bahwa produksi melatonin sangat tergantung atau dipengaruhi oleh sinar. Susu sapi yang diproduksi oleh ternak sapi di malam hari dan diperah sebelum matahari terbit, memiliki kadar melatonin empat kali lebih tinggi bila dibanding susu sapi yang diproduksi atau diperah pada siang atau sore hari. Susu sapi tersebut dikenal sebagai night milk.
Tikus-tikus percobaan yang diberi susu malam (night milk) dapat meningkatkan kadar melatonin sehingga tidur dan bahkan memperpanjang umur tikus percobaan tersebut.
Dapat dipastikan bahwa "susu malam" yang tinggi kadar melatoninnya akan menjadi minuman trend dunia sebagai minuman fungsional.
Pengaruh "susu malam" bagi manusia belum tuntas dapat diungkapkan. Kini penelitian yang mendalam mengenai hal tersebut sedang giat-giatnya dilaksanakan di Kuopio University, Finlandia, yang ditujukan untuk menjawab atau mengungkapkan peran dan mekanisme yang jelas peran "susu malam" tersebut bagi manusia.
Bagi sebagian besar negara Europa, melatonin diklasifikasi sebagai obat-obatan, sedang di AS (Amerika Serikat) melatonin dipandang sebagai "natural remedy" dan suplemen, dan dengan mudah dapat diperoleh atau dibeli di Health Food Store.
Tidur adalah suatu peristiwa yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Rata-rata sepertiga dari jumlah waktu hidup seseorang diperlukan untuk tidur, yaitu sekitar 6-8 jam sehari, tergantung umur dan kegiatan/keaktifan tubuh. Dengan tidur dapat membuat badan dan pikiran terasa segar. I Gede Agung Yudana di majalah intisari Juni 2002 memaparkan mengenai tidur yang sarinya kami sampaikan berikut. Tidur diperlukan untuk konsalidasi memori atau daya ingat (mengingat), tanpa tidur segala sesuatu yang kita lihat, alam, pelajaran tidak akan kita ingat. Jadi merupakan pasangan abadi dengan keadaan bergerak atau bangun. Apa yang terjadi selama bangun, hanya dapat diingat apabila kita tidur.
Prof. Dr. dr. H. Aboe Amar Joesoef, Sp.S (K) Kepala Lab/SMF Ilmu Penyakit Syaraf FK Unair mengungkapkan bahwa sampai saat ini memang belum diketahui secara konperenshif manfaat tidur. Yang diketahui baru sepotong-sepotong, misalnya bermanfaaat untuk konsilidasi memori (mengingat), sintesa bahan-bahan makanan atau sel-sel jaringan, restorasi kelelahan dan cedera dan sebagainya. Itu baru sebagian saja yang bisa diungkap oleh peneliti tidur. Tapi rasa nikmat dari kesegaran tubuh sesudah tidur yang sehat, tidak dapat dijelaskan melalui penelitian yang fragmenter ini, sehingga apa yang terjadi dari setiap jaringan/organ tubuh selama tidur masih belum diketahui sepenuhnya.
Tidur sebenarnya mekanisme untuk memberi kesempatan tubuh dan otak melakukan recovery setelah seharian melakukan aktifitas fisik dan non fisik. Tidur juga merupakan bagian dari siklus bioritme harian (sircadian).
Kita tidur bukan atas kemauan kita sendiri melainkan atas paksaan dari jam tubuh (body clock). Pada saat mulai tidur bagian otak kepala yang pertama tersirap kemudian turun ke kaki dan jari kaki. Pada saat bangun bagian tubuh jari kakilah yang mulai bangun lebih dahulu dan kemudian merambat ke atas.

DuaFase Tidur
Sewaktu tidur normal terjadi dua fase, yakni tidur lelap dan tidur mimpi. Yang pertama tidur lelap adalah tidur yang tidak disertai gerakan mata yang cepat (non rapid eye movement sleeps, disingkat NREMS). Dalam tidur lelap kadang-kadang dapat disertai dengan mimpi, tetapi orang tersebut tidak dapat menceritakan isi mimpinya, sehingga dianggap tidur tanpa mimpi.
Sedangkan fase kedua adalah tidur mimpi, yaitu sewaktu tidur terjadi gerakan mata cepat (REMS) pada fase tersebut biasanya disertai dengan mimpi aneh, tidak masuk akal, terkadang diikuti dengan gerakan anggota tubuh.
Pada orang dewasa normal tidurnya terdiri dari 75%-80% tidur lelap dan 20%-25% tidur mimpi. Pergeseran prosentasi tersebut dapat terjadi dari hari berikutnya kembali ke siklus semula. Kalau misalnya oleh suara tidur terputus atau terganggu, maka hal itu akan "dibayar" kembali pada kesempatan tidur lainnya.

Makna Tidur Bagi Kesehatan
Dikala tidur lelap, di dalam tubuh seseorang terjadi sintesa protein dari RNA, hal itu digunakan pada saat tidur mimpi. Jadi pada saat tidur lelap terjadi pembentukan suku cadang sel-sel tubuh untuk mengganti sel-sel yang rusak. Karena itu tidur lelap berguna sekali untuk mengatasi kelelahan fisik maupun psikis. Juga berguna untuk memulihkan nyeri, luka atau cedera.
Sedang selama tidur mimpi diduga terjadi perbaikan, reorganisasi serta pembentukan sirkuit susunan saraf baru dipermukaan otak (cortex cerebri) dan sistem andrenergik yang dibutuhkan untuk aktivasi sistem retikuler (ARAS = ascending reticular activity system) yaitu untuk menyiapkan diri ketahanan seseorang bangun tidur.
Kalau ARAS kecapaian, misalnya karena kurang tidur, lama-lama kita tidak dapat bangun sempurna.

Tidur Mimpi dan Daya Ingat
Prof. Aboe Amar berpendapat bahwa tidur mimpi bermanfaat untuk kompetisi kognisi dalam proses belajar. Tidur mimpi sangat berguna untuk memulihkan kemampuan belajar dan mengkosolidasikan memori atau daya ingat. Artinya bila anak tidur mimpinya terganggu, kemampuan belajarnya juga terganggu atau menurun.
Bagaimana prosesnya sehingga kita bisa mengingat? Dalam kondisi seseorang sedang bangun dan belajar, ada masukan sensoris yang ditangkap oleh panca indera. Lalu, masukan diteruskan ke sel otak di bagian konteks, dan diterima sel saraf di hipokemus. Lalu, ketika sedang istirahat dan mulai tidur, masukan sensoris disimpan untuk jangka pendek di hipokemus, amingdala, dan korteks dalam bentuk ingatan jangka pendek (short-term memory). Ketika tidur, dibentuklah ingatan jangka panjang (long-term memory}. Ini proses "dialog" pertukaran informasi ketika tidur. Selama tidur lelap terjadi "dialog" pertukaran informasi dari hipokemus ke korteks. Sebaliknya ketika tidur mimpi pertukaran informasi terjadi dari korteks ke hipokemus.
Dari tidur lelap, seseorang bisa terbangun, misalnya karena batuk, mau buang air kecil, atau karena tempat tidurnya kurang nyaman. Nah, dari tidur lelap bisa berlanjut ke tidur mimpi, lalu ke tidur lelap lagi. Jadi bisa berulang. Baru setelah memasuki akhir tidur, setelah tidur mimpi kita baru bangun. Jadi siklusnya dari tidur lelap ke bangun bisa ulang alik, dari tidur lelap ke tidur mimpi juga bisa ulang alik. Tapi dari bangun tidak mungkin langsung menuju tidur mimpi, kecuali karena pengaruh obat.

Jumlah Waktu Tidur
Lamanya tidur banyak dipengaruhi berbagai faktor, seperti kebiasaan, sosiokultural, dan sebagainya. Yang berlaku umum adalah sekitar delapan jam. Dari penelitian, rata-rata lama tidur berkisar 5-10 jam dalam 24 jam sehari. Di luar itu memang ada, tapi jumlahnya kecil. Di dalamnya, termasuk orang-orang yang mengaku mampu tidur dua jam sehari.
Tidur orang tua umumnya lebih singkat. Sebaliknya dengan bayi, hampir sepanjang hari dilewatkannya dengan tidur. Selama fase bayi pertumbuhan sel-sel saraf belum sempurna, sehingga diperlukan tidur lebih lama untuk perbaikan saraf, pembentukan sinaps-sinaps, dan sebagainya. Sebaliknya pada orang tua, sinaps-sinaps banyak yang rusak dan sel-sel banyak yang mati. Mungkin ini yang menyebabkan terjadinya perbedaan lama tidur.
Berikut sepuluh cara membantu kita bisa tidur secara sehat:
a. Biasakan bangun teratur
Bangun teratur setiap pagi membuat tubuh mengatur jam biologisnya sendiri secara alamiah. Jam biologis ini akan secara tepat memberi "alarm" khusus tentang jam bangun dan jam tidur kita.
b. Bangun lebih awal
Secara alamiah cahaya terang benderang akan mempengaruhi "alarm" tubuh kita. Cahaya akan memberi instruksi pada tubuh untuk menghentikan sekresi melatolin, suatu senyawa yang memberi rasa nyaman dan nyeyak pada tidur kita. Semakin pagi kita bangun, melatolin akan dilepaskan lebih efektif saat hari mulai gelap mulai produksi dan sintesa mulai kembali.
c. Jangan berolahraga menjelang tidur
Semua jenis latihan fisik akan meningkatkan metabolisme tubuh, terutama temperatur. Padahal, rasa mengantuk kita alami saat suhu tubuh turun. Biasanya terjadi antara pkl. 22.00 – 05.00. Sementara aktivitas fisik membutuhkan waktu pendinginan (cooling down). Jalan-jalan ringan umpamanya, membutuhkan waktu 3-4 jam agar suhu tubuh memberi "instruksi tidur". Sedangkan aerobik akan membutuhkan waktu lebih lama lagi, sekitar 4-5 jam.
d. Lakukan mandi malam
Mandi malam Ini merupakan cara "kuno" untuk mengubah suhu tubuh. Mandi kira-kira dua jam sebelum tidur akan meningkatkan suhu tubuh. Tapi ada cara menyiasati agar temperatur tubuh turun saat hendak tidur, yakni berdiam di dalam bak mandi sekitar 25 menit dan rileks. Ini dapat dilakukan sambil membaca atau mendengarkan musik. Setelah itu, bila kita berbaring di tempat tidur selama 0,5 - 1 jam, tubuh kita akan sejuk kembali dan sampai tingkat nyaman untuk mengantar kita tidur.
e. Tidurlah saat merasa lelah
Penelitian membuktikan, lebih pendek waktu yang dibutuhkan untuk tidur nyenyak akan lebih memberi keuntungan bagi tidur kita. Setidaknya, kita tak perlu menghabiskan waktu untuk sekedar berbaring di tempat tidur hanya untuk bengong. Ini berbeda bila kita sudah benar-benar kelelahan. Dalam kondisi lelah, tak sulit bagi kita untuk memejamkan mata lalu tidur dengan nyenyak.
f. Jangan tidur bila tidak mengantuk
Bila kita tidak segera dapat memejamkan mata setelah 25 menit, segeralah bangun. Pergi ke ruangan lain dan lakukan aktivitas ringan seperti membaca, mendengarkan musik, atau menonton televisi. Jangan kembali ke tempat tidur sebelum merasa lelah.
g. Jangan terpaku pada jam
Bila sudah sampai pada problem sulit tidur, simpan saja jam yang tergantung di dinding. Terbukti, berkali-kali mengawasi jam dinding karena tak dapat tidur justru akan meningkatkan kecemasan. Di ruang tidur sebaiknya tidak dipasang jam dinding.
h. Hindari aktivitas lain diatas tempat tidur
Tempat tidur adalah tempat untuk tidur! Jangan salah gunakan untuk membaca, menonton televisi, atau mendengarkan radio.
i. Jangan tidur siang
Larangan ini memang masih kontroversial. Yang pasti, tidur siang dianggap sebagai sumber masalah yang menyebabkan kita sulit tidur malam.
j. Lakukan Relaksasi
Bila perlu lakukan relaksasi atau teknik lain yang dapat membantu kita tidur nyenyak. Yang tak kalah penting, kurangi konsumsi kafein, terutama setelah makan siang. Penelitian membuktikan, mengkonsumsi makanan ringan dari bahan sumber karbohidrat, sejenis cracker, setengah jam menjelang tidur akan meningkatkan kualitas tidur kita. Prof. Dr. F.G. Winarno, Kesehatan Pangan Vitalitas, MBRIO Press.

MEMILIH DAGING BERKUALITAS

(Food Review Vol. 1 No. 9, Oktober 2006)

Kualitas daging untuk industri digolongkan dalam tiga kelas: kelas 1 (tebal, dengan sedikit jaringan ikat dan lemak), kelas 2 (tipis, banyak mengandung lemak dan jaringan ikat agak banyak), dan kelas 3 (daging tetelan, banyak jaringan ikat dan atau lemak)

Daging untuk industri pangan harus memenuhi persyaratan mutu pangan yang telah ditetapkan. Persyaratan mutu ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu 1) persyaratan mutu fisik daging meliputi kandungan zat gizi, karakteristik fisik, kandungan bahan berbahaya, penyakit hewan yang ada, dan jumlah mikroba, 2) persyaratan mutu non fisik daging biasanya mengacu pada kehalalan dan palatabilitas daging. Pemenuhan persyaratan mutu daging sangat diperlukan dalam rangka menyatakan apakah daging yang digunakan itu aman (tidak mengandung residu bahan yang berbahaya), sehat (daging berasal dari ternak yang sehat dan dagingnya tidak membahayakan apabila dikonsumsi manusia), utuh (mengandung zat gizi yang lengkap), dan halal (ternak disembelih secara Islam dan daging tidak dicampuri dengan bahan haram: bangkai, darah dan daging babi) atau disingkat ASUH. Dalam UU No 7 tahun 1996 tentang pangan dijelaskan bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Apabila persyaratan ASUH ini telah terpenuhi maka daging olahan yang dihasilkan pun juga akan Bergizi, Aman, Sehat, Utuh dan Halal (BASUH).


Pentingnya daging berkualitas terhadap mutu produk

Kasus-kasus keracunan, penipuan, pemalsuan, penambahan atau pencampuran daging, dan pencemaran daging sering muncul. Ternak yang mati terutama ayam yang disebabkan stres transportasi masih diperjualbelikan. Kasus antraks, sapi gila, penyakit mulut dan kuku, flu burung masih terjadi dan menimbulkan ketakutan pada konsumen. Tingginya angka kuman daging segar turut memperkeruh dunia perdagingan. Daging yang berasal dari ternak yang stres, sakit, dan apalagi sudah menjadi bangkai, mengandung berbagai bahan berbahaya atau racun. Bahan-bahan berbahaya atau racun tersebut akan terus terbawa dalam daging olahan, sehingga masuk ke dalam tubuh manusia ketika dikonsumsi.

Kualitas daging yang digunakan sebagai bahan baku harus dijaga dengan ketat untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Daging yang berkualitas berasal dari ternak yang sehat dan segar bugar, dan diperlakukan dengan baik ketika akan disembelih. Ternak yang layak disembelih adalah ternak yang clean, healthy, fasted, free from blemishes, unstressed, easy to handle, well muscled and not overfat. Ternak dengan kondisi demikian akan mempunyai cadangan tenaga atau glikogen yang tinggi, sedikit sekali atau bahkan tidak ada memar atau luka sehingga ketika disembelih darah dapat keluar dengan sempurna atau tuntas dan ternak cepat mati. Karkas atau dagingnya mempunyai kualitas yang tinggi karena darah yang tertinggal di dalam daging sedikit (minimal) dan pH yang rendah (sekitar 5,6), sebagai akibat proses metabolisme glikogen menjadi asam laktat. Daging menjadi lebih awet dan terjadi peningkatan palatabilitas. Sebaliknya, ternak yang lelah dan/atau stres karena perjalanan atau perlakuan yang kasar (dicambuki, terjatuh, atau terbanting ketika proses penyembelihan), apalagi sampai 'diglonggong' sebelum disembelih akan menghasilkan daging yang berkualitas jelek.

Stres adalah kondisi yang mengancam integritas ternak karena faktor lingkungan sebelum pemotongan (stres pra pemotongan) seperti nutrisi, iklim, ketakutan, terluka, kelelahan atau gerakan yang berlebihan yang dapat mengubah metabolisme pasca pemotongan. Perubahan metabolisme pasca pemotongan dapat memunculkan keadaan atau kondisi daging yang berbeda. Terdapat dua keadaan ekstrim daging yaitu 1) keadaan daging yang pucat, sangat lembek dan berair atau pale, soft and exudative (PSE) dan 2) keadaan daging yang gelap, alot dan kering atau dark, firm and dry (DFD). Daging PSE disebabkan oleh produksi asam laktat pasca pemotongan yang sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga menyebabkan pH daging yang rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot atau tubuh ternak masih relatif tinggi. Daging demikian mempunyai susut masak yang tinggi dan terjadi penurunan cairan atau jus daging. Ternak yang kehabisan tenaga, bila dipotong akan menghasilkan daging yang tergolong DFD. Daging demikian mempunyai tekstur yang lekat karena daya ikat air relatif sangat kuat.

Karakteristik daging berkualitas
Kualitas daging sangat menentukan mutu produk daging olahan. Daging yang ada di pasaran terbagi dalam 3 kelas. Kelas 1 adalah daging yang tebal dengan sedikit jaringan ikat dan lemak. Kelas 2 adalah daging tipis, banyak mengandung lemak dan dengan jaringan ikat yang agak banyak, dan kelas 3 adalah daging tetelan, daging yang mengandung banyak jaringan ikat dan atau lemak. Klasifikasi daging ini secara tidak langsung berhubungan dengan kandungan zat gizi dan karakteristik organoleptik daging. Daging sapi yang berkualitas atau kategori kelas 1 biasanya mempunyai kandungan protein miofibrilar yang tinggi (protein miosin dan aktin). Protein lersebut mudah dicerna dan mempunyai sam amino yang lengkap. Protein daging biasanya sekitar 20%, sedangkan lemaknya sangat bervariasi antara lain tergantung umur, pakan, spesies dan lokasi otot dan berkisar 3-13%. Daging yang berkualitas dan masih baru mempunyai bau dan aroma yang khas sesuai dengan spesies ternaknya, keset (tidak nampak kering dan juga tidak berair), sedikit susut masaknya dan tinggi daya ikat airnya.

Sebaliknya, daging yang jelek cenderung berair atau mengeluarkan cairan yang berlebihan seperti daging yang berasal dari ternak yang diglonggong atau kelelahan. Daging beku yang disegarkan kembali (thawing) juga mengeluarkan cairan yang banyak. Daging dengan sifat demikian apabila dibuat bakso akan menghasilkan bakso yang sangat lembek, sedangkan apabila dibuat abon akan menghasilkan abon dengan rendemen yang rendah.

Warna daging dapat menjadi indikasi keadaan kualitas daging. Daging sapi yang berkualitas, berwarna merah segar. Warna ini berasal dari pigmen daging sapi yaitu mioglobin. Ternak yang stres, sakit dan perlakuan yang kasar dapat menghasilkan daging yang berwarna sangat gelap atau sebaliknya sangat pucat. Apabila diukur pH-nya maka daging yang gelap biasanya mempunyai pH tinggi. Sebaliknya daging yang ber-pH rendah cenderung berwarna pucat. Pemukulan atau pencambukan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di jaringan otot tertentu, sehingga proses pengeluaran darah tidak sempurna, mengakibatkan warna daging yang gelap di area tersebut. Karkas ayam yang baik berwarna agak pucat, tidak terdapat memar atau patah tulang serta beraroma khas ayam. Perlakuan kasar dapat menyebabkan memar-memar pada tubuh ayam dan warna daging yang agak gelap. Karkas yang berwarna gelap secara menyeluruh serta bau yang amis (off-flavor) patut dicurigai bahwa kemungkinan daging berasal dari ayam mati sebelum disembelih (daging bangkai). Warna gelap ini diakibatkan darah yang terdapat di seluruh jaringan tubuh tidak keluar. Daging ini mudah busuk dan mikrobia dapat berkembang sangat cepat.

Daging yang berkualitas mempunyai keempukan yang tinggi karena jaringan ikat yang sedikit. Keempukan ini akan meningkat apabila daging telah mengalami pelayuan atau didiamkan pada periode waktu tertentu untuk memberikan kesempatan terjadinya proses rigormortis dan glikolisis. Di samping keempukan, pelayuan juga akan mengembangkan flavor daging.

Pengujian dan cara penyeleksian bahan baku daging
Kualitas daging dapat ditentukan baik secara subyektif maupun obyektif. Pengujian kualitas daging ada bermacam-macam yaitu pengujian organoleptik atau secara inderawi (rasa, bau, warna, keempukan, tekstur), pengujian fisik (keempukan, susut masak, daya ikat air, pH), pengujian mikrobiologis (jumlah bakteri, jenis bakteri), pengujian kimia untuk mengetahui kandungan zat gizi, logam-logam berat atau residu bahan berbahaya lainnya. Asal daging, apakah dari ternak sapi, babi atau ayam dapat ditentukan melalui serangkaian pengujian. Di samping pengujian secara inderawi harus juga dilakukan pengujian dengan alat yang canggih.

Hasil pengujian baik organoleptis, fisis, mikrobiologis dan kemis dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan seleksi terhadap bahan baku daging. Namun tentu saja untuk praktisnya tidak semua pengujian harus di¬lakukan, tetapi menurut urgensi dan kebutuhan proses pengolahan. Industri pengolahan daging melakukan pemeriksaan daging secara rutin terhadap bahan baku daging yang digunakan. Pemeriksaan visual atau organoleptik yang biasanya dilakukan untuk memastikan secara cepat bahwa bahan baku telah memenuhi mutu persyaratan. Tentu saja aspek kualitas daging yang lain seperti higienis, keamanan dan kehalalan tidak dapat ditentukan secara cepat, tetapi harus melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen dan pengujian-pengujian lebih lanjut. Dr. Edi Suryanto, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta.

Tips dan cara Memilih Daging Berkualias
Bahan baku daging yang berkualitas akan menghasilkan produk daging olahan yang berkualitas pula, Misalnya pada pembuatan bakso, daging yang digunakan untuk membuat bakso sebaiknya daging yang tergolong kelas 1 (tebal, sedikit jaringan ikat dan lemaknya, diambil dari bagian paha belakang terutama silap atau kumol), masih segar atau belum dilayukan apalagi dibekukan. Daging tersebut berasal dari ternak yang sehat, tidak stres dan benar serta mengikuti kaidah pemotongan secara Islam. Menurut Prof Schults dan Dr Hashim dari Hannover University, Germany (1997) pemotongan secara Islam terbukti sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit atau stres pada ternak dan menghasilkan daging yang lebih berkualitas. Daging yang demikian apabila dibuat bakso akan menjadi bakso yang kenyal, kompak dan padat walaupun tanpa bahan pengenyal sama sekali. Di samping itu daging yang berkualitas apabila dibuat abon akan menghasilkan abon dengan rendemen yang tinggi, sekitar 60%. Sedangkan daging bermutu rendah hanya menghasilkan rendemen abon sekitar 40%.

METODE PENGUJIAN LISTERIA

Menurut ISO 11290 (2004) dan PDA / BAM (2003)

Listeria diketahui sebagai bakteri yang dapat menyebabkan penyakit Listeriosis, yaitu penyakit infeksi yang disebabkan karena mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri tersebut. Penyakit ini terutama menyerang pada wanita hamil, bayi baru lahir dan orang dewasa dengan imunitas rendah. Listeriosis merupakan penyakit yang sangat serius bagi manusia, dengan mortality rate 25% (bandingkan dengan mortality rate Salmonella yang 1%).

Habitat Listeria umumnya di tanah, air mengalir, saluran pembuangan kotoran, tumbuhan dan makanan. Menurut dokumen standar pemeriksaan Listeria monocytogenes pada makanan USFDA / BAM (2003), genus Listeria memiliki 6 spesies, yaitu Listeria, monocytogenes, L. innocua, L. seeligeri, L. welshimeri, L. ivanovii dan L. grayi. Dari keenam spesies tersebut, diketahui hanya L. monocytogenes yang bersifat pathogen terhadap manusia apabila mencemari makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh individu tersebut.

Hingga tahun 1960, L. monocytogenes diduga hanya menginfeksi hewan saja. Namun, 30 tahun terakhir Listeria, termasuk L monocytogenes dan L. ivanovii, telah berhasil diisolasi dari berbagai macam sumber. Selain manusia, setidaknya lebih dari 42 spesies mamalia dan 17 spesies burung mengandung Listeria. Bahkan, L monocytogenes dilaporkan dapat ditemukan pada saluran pencernaan dari 5-10% populasi manusia tanpa memberikan gejala infeksi (carrier). Selain itu, Listeria }uga dapat diisolasi dari
crustaceans (udang-udangan), ikan, kutu dan lalat. Gejala yang umum ditemukan akibat Listeriosis adalah sepsis dan meningitis.

Pengertian dari Listeriosis sendiri mengacu kepada banyaknya jenis gejala penyakit yang ditimbulkan pada hewan dan manusia. Listeria monocytogenes dapat menginfeksi manusia dan hewan. Sedangkan L ivanovii hanya dapat menginfeksi hewan; biasanya domba. Pada hewan muda, gejala terinfeksi Listeria yang muncul adalah septicemia. Infeksi intra-uterine pada janin domba atau sapi melalui plasenta umumnya mengakibatkan keguguran.

Gejala khas Listeriosis pada manusia belum diketahui secara pasti. Pada orang dewasa sehat biasanya gejala yang muncul mirip dengan gejala influenza ringan yang kemudian dapat berkembang menjadi meningitis dan/atau meningoencephalitis. Gejala yang lebih berat umumnya timbul pada wanita hamil, bayi baru lahir, lansia dan individu dengan imunitas rendah. Pada kasus infeksi yang berat, meningitis biasanya disertai dengan septikemia (keadaan dimana bakteri masuk ke dalam aliran darah). Apabila wanita hamil terinfeksi bakteri Listeria monocytogenes, kemungkinan besar janin yang dikandung akan terinfeksi juga dan dapat menyebabkan keguguran, lahir premature, atau bayi lahir cacat/sakit.

Pada pengamatan di bawah mikroskop, Listeria akan tampak sebagai bakteri Gram-positif, berbentuk batang, seringkali berkoloni berbentuk rantai, tidak membentuk spora, dan katalase positif. Pada pengamatan gram Listeria sering salah duga sebagai bakteri Streptococci, karena pada pengamatan preparat apusan tampak sebagai bakteri coccus. Flagella pada Listeria akan diproduksi pada suhu ruang, tidak pada suhu 37°C. Aktifitas hemolitik pada media Blood Agar sering digunakan untuk membedakan L monocytogenes dari spesies Listeria lainnya. Namun, sifat tersebut bukan ciri yang past! untuk identifikasi L. monocytogenes. Identifikasi lanjutan dengan melihat karakter biokimia diperlukan untuk membedakan antar spesies Listeria.

Suhu lingkungan optimal untuk Listeria hidup dan berkembangbiak adalah 4° - 37°C. Suhu 4°C umumnya terdapat pada lemari pendingin makanan yang selama ini seringkali kita anggap sebagai suhu aman untuk penyimpanan makanan dan minuman. Apabila produk makanan atau minuman yang tercemar oleh L monocytogenes kemudian kita simpan dalam lemari pendingin, berarti kita memberikan suhu optimal untuk L monocytogenes berkembangbiak. Dapat dibayangkan apa yang dapat terjadi apabila makanan atau minuman tersebut dikonsumsi oleh kita atau keluarga kita.

Pada tahun 1985, di California - Amerika Serikat, 142 orang menderita Listeriosis. Diantaranya, 93 kasus terjadi pada wanita hamil sedangkan 49 kasus lainnya terjadi pada orang dengan imunitas rendah. Pada kasus tersebut, sebanyak 30 janin serta bayi baru lahir dan 18 orang dewasa mengalami kematian. Setelah diteliti, penyebab dari kasus tersebut adalah sebuah produk keju pasteurisasi massal yang menggunakan bahan baku susu non-pasteurisasi yang tercemar L. monocytogenes pada proses produksinya.

Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kontaminasi L. monocytogenes, produsen makanan & minuman sebaiknya melakukan analisa terhadap bahan baku dan produk olahannya. Sesuai dengan SNI No. 01-6366-2000 nilai cemaran Listeria sp. Adalah 0 / gram atau 0 / ml sampel dari produk yang berasal dari bahan hewan.
Saat ini metode terbaru yang dapat digunakan untuk menganalisa cemaran bakteri Listeria monocytogenes pada bahan yang berasal dari hewan adalah metode berdasarkan ISO 11290:2004 dan PDA / BAM (2003). Metode tersebut dapat memberikan hasil dalam 2-3 hari. Lebih cepat daripada metode sebelumnya yang memberika hasil setelah 5 hari bahkan lebih.

AIR MINUM DALAM KEMASAN

Parameter yang perlu diuji pada aplikasi air minum dalam kemasan secara terus menerus mengalami perubahan. Hal ini dilakukan untuk menjamin adanya produk yang aman dan berkualitas bagi konsumen.
US FDA (Food and Drug Administration, suatu badan yang mengawasi obat dan makanan di Amerika), menetapkan air minum dalam kemasan sebagai kategori produk makanan dan masuk dalam kategori yang harus diawasi. Setiap negara bagian di Amerika boleh meng-adopsi peraturan dari FDA atau mengembangkannya tetapi tetap harus mengacu pada peraturan dari FDA pusat. Sementara itu, IBWA (International Bottled Water Association) menambahkan beberapa parameter dan hal ini berlaku pada seluruh anggotanya.

Periode pengujian kualitas air adalah salah satu hal yang diregulasikan dan hal ini diatur dalam periode uji harian, mingguan, kuartal dan tahunan.
Standar kualitas dari air minum dalam kemasan diatur pula aplikasinya hal ini meliputi : GMPs (Good Manufacturing Practices), HACCP (Hazard Analysis of Critical Points) dan juga mengenai label produk.
Berikut adalah informasi mengenai beberapa hal yang harus diuji berdasarkan periodenya :


Harian:
IBWA memberlakukan adanya uji bakteri Total Coliform pada air baku dan produk akhir. Beberapa negara bagian di Amerika mensyaratkan adanya uji Total Bakteri dengan metode plate count.

Mingguan:
Baik FDA maupun IBWA mensyaratkan adanya uji bakteri Total Coliform pada air baku dan produk akhir. Beberapa negara bagian mensyaratkan tambahan uji Total Bakteri secara mingguan dan sebagian juga ada yang mensyaratkan per volume produksi.

Tiga Bulanan:
Pada tahun 2001, IBWA mensyaratkan adanya uji bromate dan bromide pada produk akhir juga parameter bromide dan chloride pada air baku.
Berdasarkan US EPA (Environmental Protection Agency) konsentrasi bromate yang diperbolehkan adalah 10 ppb (parts per billion). Pada tahun 2001, US FDA menyetujui untuk menambahkan parameter bromate sebagai parameter yang wajib diuji pada air minum dalam kemasan.

Pengujian chloride pada air baku sangat di perlukan karena adanya korelasi antara fluktuasi bromide dan chloride. Untuk pemantauan secara cepat adanya bromide dan chloride diperlukan alat yang mudah, cepat dan akurat.
Sesuai EPA, pada air baku konsentrasi bromate yang diperbolehkan adalah 10 ppb sementara untuk bromide adalah 5 ppb atau lebih rendah.
Dalam air minum, Bromate terbentuk pada saat air yang mengandung bromide diozonisasi. Ozonizasi dilakukan untuk membunuh kuman yang ada dalam air. Biasanya konsentrasi Ozon yang ditambahkan adalah 10 mg/l, sementara residue maksimumnya harus kurang dari 0.05 mg/l.

Apabila air tidak mengandung bromide, proses pembentukan bromate tidak akan terjadi. Apabila ada penambahan mineral pada air baku, supplier mineral tersebut harus melampirkan kandungan bromide yang ada dan harus memenuhi persyaratan US Pharmaceutical.

Adanya calcium chloride, magnesium chloride dan potassium chloride memungkinkan adanya kandungan bromide apabila bahan baku tersebut tidak menggunakan bahan baku dengan standar USP (USP grade).

Tahunan:
Baik FDA maupun IBWA mensyaratkan adanya uji tahunan pada air baku maupun produk akhir sesuai standar yang telah mereka tetapkan. Pada uji tahunan mereka mensyaratkan uji secara lengkap seluruh parameter (fisik, kimia dan microbiologi). Bahkan untuk IBWA, untuk produk akhir yang dihasilkan melalui proses penambahan mineral harus dicantumkan label "purified" dan dilengkapi dokumen telah lolos uji USP grade.

GMPs:
FDA mengatur berbagai hal yang harus sesuai dengan GMPs baik untuk air minum dalam kemasan, fasilitas-fasilitasnya, proses produksi dan kontrolnya serta pergudangannya.

Saat ini berdasarkan GMPs, pada air minum dalam kemasan harus di melakukan uji secara acak pada proses produksi dan produk akhir demi keamanan produk.
Meskipun demikian, saat ini mereka sedang mempromosikan uji kontrol keamanan pangan yang dianggap lebih modern yaitu konsep HACCP.

HACCP:
HACCP, yang dikembangkan di Amerika 33 tahun yang lalu lebih mengedepan-kan "proactive approach" dibandingkan dengan GMPs, dimana fokusnya lebih pada pencegahan bahaya yang dapat menyebabkan wabah penyakit yang kontrolnnya dilakukan dari bahan baku sampai dengan produk akhir. FDA mengadopsi konsep HACCP untuk aplikasi pada berbagai sektor industri antara lain : seafood, daging dan ternak, jus buah dan sayuran. Mereka sangat intensif mengontrol penerapannya pada seluruh sector industri makanan dan mulai mensosialisasikannya pada aplikasi air minum dalam kemasan.
Sementara IBWA telah mensosialisasi-kan konsep ini pada tahun 2002.

Labeling:
Label yang dipersyaratkan oleh FDA saat ini meliputi:
1. Nama perusahaan yang mem-produksi tabelnutrisi (pada produk yang mempromosikan minuman kesehatan).
2. Daftar kandungan mineral (jika mineral ditambahkan).
Berbagai lembaga ikatan konsumen dan institusi pemerintah menuntut adanya informasi yang lebih detail mengenai kandungan dan kualitas produk air minum ini.
Pada bulan Februari 2002, FDA mempublikasikan Laporan hasil studi dan kelayakan dari berbagai metode tentang kandungan dari air minum dalam kemasan untuk konsumen. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan "Jaminan Keamanan Minuman" yang diminta oleh PWS (Public Water Supplies) untuk mempublikasikan pada konsumen setiap tahunnya hal-hal yang meliputi : kualitas air, metode pengolahan (treatment) dan statusnya (lolos atau tidak) berdasarkan persyaratan kualitas air untuk tahun sebelumnya.

Hasil pengumunan ini yang biasa disebut CCR (Consumer Confidence Reports). Dalam laporan tersebut dicantumkan data-data apakah berbagai kandungan yang tertera pada label sesuai atau tidak dan selanjutnya FDA membuat kesimpulan apakah produk tersebut lolos atau tidak. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen pada produk tersebut.