Metode dengan Fourier Transform Infra-red (FTIR) ini sangat menguntungkan, karena hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit per sampel, sehingga analisis ratusan sampel bisa dilakukan dalam satu hari.
Bagi umat Islam, isu makanan halal merupakan sesuatu yang seringkali berulang. Penanganan isu ini lebih banyak bersifat sesaat atau hanya untuk meredam situasi seketika. Padahal, dengan pola konsumsi pangan modern yang semakin kompleks dan bervariasi, penyelesaian secara tuntas menjadi amat penting. Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam menangani isu makanan halal adalah ketiadaan metode yang benar-benar ampuh untuk menganalisis substansi tidak halal dalam bahan pangan.
Salah satu konsep halal dalam Islam adalah makanan haruslah tidak mengandung sedikitpun lard atau lemak pangan yang diturunkan dari binatang babi. Kehadiran komponen lemak babi ini, serendah berapapun kandungannya dalam bahan pangan, akan membawa makanan tersebut menjadi haram untuk dikonsumsi. Sebenarnya beberapa metode analisis kimia untuk mendeteksi kewujudan lemak binatang dalam makanan cukup tersedia, meskipun dengan tingkat akurasi dan sensitifitas yang berbeda-beda. Namun, kebanyakan sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang banyak.
Sebagai alternatifnya, grup peneliti dari Department of Biotechnology, International Islamic University Malaysia (IIUM), telah melakukan serangkaian penelitian panjang untuk mencoba melihat kemungkinan analisa lemak babi dengan menggunakan Fourier Transform Infra-red (FTIR) Spectroscopy. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mesin FTIR sangat berpotensi untuk digunakan sebagai alat untuk mendeteksi lemak babi secara cepat dan hasil yang konsisten. Metode FTIR dapat memberikan hasil analisis asam lemak dari babi yang bercampur dengan lemak-lemak binatang lain secara konsisten, bahkan dengan kandungan yang sangat rendah.
Selain untuk membantu konsumen Muslim, hasil penelitian ini juga mencatat sebuah langkah signifikan untuk semua kalangan yang berkecimpung dalam bisnis makanan halal, mengingat pasaran makanan halal dunia yang mencapai 150 triliun dolar Amerika.
Analisa instrumental lemak hewani
Rekomendasi Codex Alimentarius (1993) menyebutkan bahwa lemak hewani yang dapat dimakan (edible animal fats) merupakan lemak yang diturunkan dari hewan yang sesuai (fit) untuk konsumsi manusia. Dalam rekomendasi ini, Codex juga menyatakan beberapa standar identitas analisis untuk beberapa produk yang berasal dari lemak hewani tersebut. Dalam industri pangan, lemak babi biasanya dicampur dengan lemak hewani lainnya, misalnya dalam beberapa produksi mentega dan shorthening.
Beberapa penelitian secara instrumental sebelumnya telah dilakukan untuk mendeteksi kehadiran lemak hewani dalam bahan makanan. De Man (1999) misalnya, melaporkan bahwa komposisi asam lemak dari lemak babi berbeda dengan lemak sapi (cow body fat) dalam struktur C16:1, C18:3, C20:0 dan C20:1, dan dengan lemak kambing (lamb body fat) pada komposisi C14:0, C16:1, C18:2 dan C18:1t. Meskipun demikian, perbedaan dalam komposisi asam lemak ini sedemikian kecil untuk menjadikannya sebagai sebuah indikator. Dalam beberapa kasus lain, analisis methyl esters dengan menggunakan Gas Liquid Chromatography (GLC) memberikan data identifikasi bercampurnya minyak nabati (vegetable oil) dengan lemak hewani berdasarkan pengukuran asam lemak C17:0 dan C17:1. Namun begitu, data tersebut haruslah diinterpretasikan dengan sangat hati-hati karena beberapa minyak nabati seperti minyak sesame India (Indian sesame oil, minyak wijen) mungkin mengandung C17:0 dan atau C17:1.
Differential Scanning Calorimetry (DSC) juga dilaporkan pernah digunakan untuk mendeteksi lemak hewani di dalam produk ghee dan mentega. Hal ini dimungkinkan lantaran lemak babi mengandung asam lemak jenuh ganda pada posisi-2 triacylglycerols (TAGs), sehingga kehadiran komponen lemak tersebut bisa dideteksi lewat analisa posisi-2 TAGs.
Metode FTIR
Rangkaian kajian yang kami lakukan bertujuan untuk mengembangkan sebuah metode untuk mendeteksi kehadiran lemak babi dalam bahan pangan secara cepat, konsisten, dan dengan tingkat akurasi yang bisa diandalkan. Latar belakang penggunaan mesin FTIR untuk tujuan ini adalah karena grup kami sebelumnya telah berhasil mengembangkan berbagai metode cepat untuk analisis kualitas minyak dan lemak dengan FTIR sebagai alternatif untuk metode kimia (wet chemical analysis) di laboratorium yang terkadang rumit, memakan waktu dan biaya (bahan kimia). Analisis-analisis 'wajib' untuk parameter kualitas minyak seperti iodine value, anisidine value, peroxide value, thiobarbituric acid (TBA), acid value, dan sebagainya sudah berhasil kami kembangkan dengan mendapat pengakuan dalam berbagai bentuk dan penghargaan dari American Oil Chemist's Society (AOCS) sebagai metode yang ampuh yang cepat dan sangat bisa diandalkan.
Pemilihan analisis lemak babi dengan menggunakan FTIR juga tak terlepas dari 'kesederhanaan' proses yang perlu dilakukan seorang analis. Alat ini tidak memerlukan persiapan sampel yang rumit, karena baik sampel padat maupun cair bisa langsung di-scan untuk mendapatkan spectrum. Dengan demikian, dari segi biaya, akan sangat menguntungkan, lantaran tidak ada pelarut atau bahan kimia lainnya yang diperlukan. Sampel padat cukup diblender, sedangkan sampel cair hanya perlu dibuat homogen. Karena tidak memerlukan bahan kimia apapun, analisis dengan menggunakan FTIR juga dapat dianggap ramah lingkungan.
Cara kerja FTIR secara umum yakni: sampel di-scan, yang berarti sinar infra-merah akan dilalukan ke sampel. Gelombang yang diteruskan oleh sampel akan ditangkap oleh detektor yang terhubung ke komputer, yang akan memberikan gambaran spectrum sampel yang diuji. Struktur kimia dan bentuk ikatan molekul serta gugus fungsional tertentu sampel yang diuji menjadi dasar bentuk spectrum yang akan diperoleh dari hasil analisis. Dengan demikian alat ini dapat digunakan untuk pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Sebagai contoh, hasil analisis yang kami lakukan terhadap lemak babi yang dicampurkan di dalam mutton body fat (MBF) menunjukkan spektrum yang berbeda secara signifikan pada berbagai rentang frekuensi penyerapan C-H stretching (CH stretching absorption), seperti pada 3010-3000, 1120-1095, dan 968-966 cm-1. Spectral bands akan dicatat (recorded), diinterpretasikan serta diidentifikasi. Setiap frekuensi dan region, misalnya, akan memberikan interpretasi yang berbeda-beda. Perbedaan konsentrasi lemak babi yang terdapat dalam makanan juga dengan nyata terlihat dalam perbedaan spectral bands yang diperoleh. Berbagai perbedaan lain dari analisa bentuk spectrum juga ditemukan, yang kemudian, setelah dilakukan berulang-ulang dan dianalisis secara mendalam dengan software tertentu yang sudah dikembangkan, akan memberikan gambaran yang lebih detail tentang karakter lemak babi, serta lemak-lemak hewani lainnya.
Dalam penelitian kami, hampir semua jenis lemak hewani baik individu maupun dalam keadaan bercampur sudah dilakukan dengan hasilnya dikumpulkan dalam sebuah pangkalan data (database) sebagai bahan rujukan. Sedangkan untuk bahan pangan lain, kami sudah melakukannya terhadap produk coklat dan es krim. Namun demikian, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, pendeteksian lemak babi untuk segala jenis bahan pangan adalah sangat mungkin, bahkan ia juga dapat digunakan untuk produk non-pangan, seperti kosmetik.
Saat ini, grup kami masih terus menganalisis berbagai produk yang ada di pasaran. Dengan bantuan teknologi informasi dan komputer, sebuah pangakalan data yang lengkap diharapkan bisa dijadikan sebagai pusat rujukan untuk semua bahan pangan. Irwandi Jaswir, PhD, associate professor pada Jurusan Bioteknologi, International Islamic University Malaysia dan kinimenjadi peneliti tamu di National Food Research Institute (NFRI), Tsukuba, Jepang
No comments:
Post a Comment